Seorang laki-laki dan perempuan berhadapan, mereka terpisah oleh sebuah
benda bening tidak terlihat. Sang laki-laki berusaha memecahkan benda
bening yang sepertinya es itu. Pukul! Pukul! Pukul!
Sesuatu terjadi. Dari punggung si perempuan keluar sebuah sayap, yang langsung membentang lebar dan membawa perempuan itu terbang ke langit. Sang laki-laki hanya bisa terdiam menyaksikan, tak mampu berbuat apa-apa…
“Sakura!!!” panggil si laki-laki tak berdaya.
Seorang laki-laki yang mengenakan jubah misterius masuk ke dalam rumah di sebuah tempat padang pasir. Ia menaruh barang yang dibawanya dan mengambil foto berbingkai di meja.
“Aku pulang…Ayah…” ucap laki-laki itu membuka jubahnya. Masih menatap ke foto itu. Di foto itu terlihat gambar seorang pria dewasa menatap ke kamera dengan anak laki-laki tersenyum di sampingnya.
“Kelihatannya peninggalan sejarah negeri ini memang terkubur dalam sekali, seperti dugaan ayah.” Ucap laki-laki itu pada foto. “Penggalian situs di bagian barat, juga sudah maju.” Tok tok tok..! terdengar suara ketukan di pintu.
“Iya?” si laki-laki itu membukakan pintu untuk melihat siapa disana.
“Syaoran!! Waaa~~” seorang perempuan langsung memeluk laki-laki yang bernama Syaoran itu. BRUG!! Mereka berdua terjatuh. “Selamat datang… bagaimana penggalian situsnya? Kamu tidak luka, kan? Kamu tidak demam, kan? Makannya teratur, kan?” tanya perempuan itu antusias.
“I…iya… aku baik-baik saja…” ucap Syaoran.
“Aku sudah bilang, jangan pakai kata terlalu formal seperti itu!!” ucap perempuan itu.
“Ta..tapi…Tuan putri…”
“Kan sudah kubilang cukup memanggilku Sakura!!” ucap perempuan itu cemberut.
“Ya, baik. Uh, u…em…”
“Sakura!” perintah perempuan itu.
“Sa..Sa.. Sakura…” ucap Syaoran. Perempuan bernama Sakura itu tersenyum.
“Maaf, pasti susah, ya.” Ucap Sakura. “Selamat datang, Syaoran!”
“T..Ter…Terima kasih” ucap Syaoran. “Tapi kenapa.. kau bisa tahu dengan cepat kalau aku sudah pulang?” benar juga, dia kan baru saja pulang.
“Hari ini ada orang dari tim penggalian situs datang ke istana.” Jawab Sakura.
“Tapi kalau Sakura tidak ada di Istana apa itu tidak apa-apa?” tanya Syaoran.
“Mendengarkan laporan adalah tugas kakak, bukan aku.” Ucap Sakura. “Kalau orang dari tim penggalian datang ke istana, berarti Syaoran juga sudah pulang, kan…”
“Apa kau kesini sendirian?” tanya Syaoran.
“Ya!!” jawab Sakura bersemangat, sementara Syaoran tenggelam dalam kesuraman. “Seperti biasa pasti mood kakak jelek…kalau kakak tau aku ke tempat Syaoran. Padahal Syaoran adalah temanku yang sangat penting dan kita sudah berteman sejak sejak kecil… iya, kan…?”
Syaoran ‘terpana’ mendengar ucapan Sakura. Ketika Sakura masuk ke rumah Syaoran, Ia melihat foto berbingkai yang ada di meja. “Sudah tujuh tahun yang lalu, ya…” ucap Sakura. “Sejak Syaoran dan ayahmu datang ke negeri ini.”
“Ayah Syaoran yang ahli arkeologi dari negeri lain, berniat menggali situs di negeri Clow karena tertarik dengan peninggalan sejarahnya.” Sakura ingat ketika Ia pertama kali bertemu dengan Syaoran, saat itu mereka masih kecil.
“Katanya ada situs peninggalan sejarah yang terkubur di padang pasir negeri ini. Ayah Syaoran membujuk ayahku, untuk memulai menggali peninggalan situs, agar mengetahui sejarah negeri ini.” Sakura bercerita sambil mengingat-ingat. “Lalu mereka bersiap untuk memulai penggalian situs, di padang pasir yang berbahaya ini.”
“Dan penggalian situs pun dimulai.”
“Ayahku meninggal dunia disaat penggalian situs.” Ucap Syaoran. “Tapi sebelum wafat, ayah mengatakan jika hidupnya bahagia.”
Sakura berhenti menatap foto dan melihat ke arah Syaoran. “Padahal saat ayahmu meninggal aku selalu mengajakmu untuk tinggal di istana.”
“Tapi aneh jika aku tinggal di dalam istana”
“Tidak aneh, karena kau itu adalah temanku sejak kecil.” Protes Sakura.
“Rakyat biasa yang bukan keturunan raja tidak boleh tinggal di istana.” Ucap Syaoran. “Lagipula upahku dari hasil membantu proyek penggalian cukup kok untuk biaya hidupku…”
“Tapi…” ucap Sakura. “Akhir-akhir ini aku jadi jarang ketemu dengan Syaoran. Aku kesepian…bagaimana denganmu…?”
“Iya, aku juga…” ucap Syaoran menyetujui. “Tapi bagiku dan ayah… peninggalan situs itu…”
“Iya, aku mengerti. Itu adalah impian yang sangat dipentingkan.” Potong Sakura. “Aku mengerti, tapi… aku tetap ingin selalu ketemu…” Sakura menundukkan kepalanya. “Setiap malam di kamarku di istana sebelum aku tidur aku selalu berpikir…’apa yang sedang Syaoran lakukan?’ ‘Apa Syaoran disana juga memikirkanku, tidak, ya?’ ”
Syaoran memegang kedua lengan Sakura, “Ya.. aku juga… selalu memikirkan dirimu, Sakura…”
“Oh, Syaoran…” Sakura kembali menunduk. Ekspresinya sedih. Atau malu. “Aku… ada sesuatu… yang ingin… aku katakan… padamu….”
“Eh? Apa itu?”
“Aku… rasa… aku…. Mencin…” TEEEENNGGG!!! TOOONNGGG!!! Bunyi keras lonceng memutus ucapan Sakura.
“Itu lonceng istana… ini waktunya makan malam.” Syaoran mengingatkan. Sementara Sakura sudah terkulai lemas. “Apa kau baik-baik saja?”
“Hmm, iya, aku baik-baik saja.” Sakura tersenyum namun berkeringat dingin. Wajahnya merah merona. ‘Kenapa aku merasa kakak sengaja mengganggu dengan membunyikan lonceng itu?’ bisiknya pada diri sendiri. Sayangnya Syaoran mendengarnya.
“Apa maksudmu?” tanya Syaoran. Sakura jadi salah tingkah.
“Loncengnya sudah berbunyi, aku harus cepat pulang…” alasan Sakura.
“Aku antar kamu pulang, ya?”
“Tidak usah… Syaoran kan masih capek baru pulang, aku bisa sendiri kok.” Ucap Sakura. “Lagipula semua penduduk disini baik semua, kok…”
“Iya benar….” Syaoran mengiyakan. “Aku sudah berkeliling negeri bersama ayah, tapi disini aku merasa paling tenang dan damai.”
“Terima kasih.” Ucap Sakura. Sekarang Ia sudah ada di ambang pintu. “Eh, soal yang tadi… yang ingin aku katakan padamu… lain kali saja, ya…”
“Huh!? Oh, oke…”
“Pasti akan aku katakan…” ucap Sakura. Wajahnya memerah lagi. “Tunggulah… pasti kukatakan…” kemudian putri Sakura berlari keluar.
“Apa kabar tuan putri?” “itu tuan putri!” sapa warga negeri itu.
“Haloo semuanya~”
“Wajah tuan putri memerah!!”
“aku tidak apa-apa, kok”
“Tuan putri, apa kau mau buah apel?”
“Terima kasih, kelihatannya enak.”
Syaoran hanya terdiam melihat Sakura yang tersenyum dan nampak bahagia di dekat warga desa. Ia melihatnya dari jendela. “Hm… aku merasa sampai seperti ini… benar katamu, ayah..” ucap Syaoran pada dirinya sendiri. “Walaupun dia adalah temanku sejak kecil,…tapi dia tetap tuan putri.”
Sakura mengendap-endap masuk ke dalam istana.
“Aku melihatmu, SA-KU-RA!!” Teriak seseorang dari belakang.
Ternyata orang itu adalah seorang laki-laki yang duduk di atas sofa. Laki-laki mengenakan pakaian agung berwarna hitam *tintanya xD.
“A…aku pulang, Kakak Toya~” ucap Sakura.
“Kamu dari rumah bocah penggali itu lagi, kan?”
“Dia bukan bocah, tapi namanya Syaoran!” protes Sakura.
“Mau bocah atau apa, kek, tapi bagiku dia tetap bocah.”
Akhirnya mereka bertengkar.
“Dia bukan bocah!! Dia itu hebat!! Sudah tinggal sendiri dia juga bekerja untuk biaya hidupnya sendiri!!”
“Biar bagaimanapun bagiku dia tetap bocah!!”
“Itu tidak benar, dasar kakak bodoh!!”
“Bagaimana kalau kalian hentikan sekarang?” ucap seseorang.
“Yukito-san!!” Sakura memperkenalkan orang itu pada kita. “Apakah pekerjaanmu sudah selesai?”
“Iya, karena tadi sudah ada orang dari proyek pembangunan yang datang melapor.” Ucap orang bernama Yukito itu. Ia membawa sesuatu yang nampaknya peta. “Aku akan menunggu disini bersama raja.”
“Waah~ kakak hebat, ya… pekerjaannya sudah selesai.” Sakura memuji Yukito. Ia langsung melirik kakaknya. “Ahahaha, dia memang hebat… Tidak seperti kau”
“APA!!!?”
“Dia mendengarkan laporan dari tim penggali sampai selesai, lho~” Yukito mencoba mengungapkan ‘hal yang baik’ dari Toya.
“Oh.” Sakura tidak terlalu terkesan.
“Sudah sejauh mana tahap penggalian?” tanya Sakura.
“Sudah hampir dalam tahap akhir, kok.” Jawab Yukito.
“Hm, berarti tidak lama lagi akan selesai, ya?”
“Hm, sepertinya belum.” Potong Toya. “Soalnya situs peninggalan sejarah itu bukan hanya yang ada di atas tanah.”
“APA??” Sakura tersentak.
“Mereka menemukan terowongan di bawah tanah.” Ucap Yukito.
“Belum diketahui seberapa luasnya, tapi aku sudah memberikan ijin untuk meneruskan proyeknya.” Ucap Toya. “Dan nantinya…” Toya melirik Sakura dengan senyum licik. “Bocah itu akan… tetap, selalu, dan akan, pasti, sangat, selalu sibuk.”
“Aku tahu kok Syaoran itu seperti ayahnya yang sangat mencintai hal yang berbau sejarah,” ucap Sakura. “Kalau dia mengetahui jika ada penemuan yang baru… pasti dia akan senang.” Lalu Sakura berlari pergi dengan satu tangan menutupi wajahnya.
“Lagi-lagi anda membuat tuan putri sedih.” Ucap Yukito. “Itu tidak baik, raja.”
“Jika kita hanya berdua jangan terlalu formal begitu, Yukito.” Ucap Toya.
“Ok.”
“Kita ini adalah teman walaupun kedudukan kita raja dan petinggi kuil.” Ucap Toya.
“Iya, Yang Mulia…eh, … iya…” Yukito tersenyum.
“Aku tetap tidak suka bocah gila itu…!!” ucap Toya dan menengadah ke langit.
“Ternyata kau sangat menyayangi adikmu.” Ucap Yukito.
“Sebab dia satu-satunya keluargaku yang tersisa di negeri ini.” Ucap Toya. “Biasanya juga memang seorang putri tidak terlalu dekat dengan orang biasa seperti itu…tapi… apa benar jika…dia adalah orang… yang ditakdirkan itu….?”
“Iya benar.” Ucap Yukito. “Syaoran ditakdirkan… akan bersama sang putri.”
“Tapi jika ramalanmu… itu benar…” ucap Toya. “Aku sangat muak…”
“Dan…” ucap Yukito lagi. “Bahaya besar sedang menanti mereka berdua…masalah yang sangat besar.”
Toya terdiam. “Tuan putri memiliki kekuatan yang ajaib. Aku sendiri tidak bisa memastikan kekuatan apa itu…tapi satu hal yang pasti…” ucap Yukito. “Kekuatan yang dimiliki tuan putri mampu… merubah dunia.”
“Tapi kekuatan itu juga mampu membawa masalah besar.”
Bersambung ke Tsubasa Reservoir Chronicle Chapter 2
Sesuatu terjadi. Dari punggung si perempuan keluar sebuah sayap, yang langsung membentang lebar dan membawa perempuan itu terbang ke langit. Sang laki-laki hanya bisa terdiam menyaksikan, tak mampu berbuat apa-apa…
“Sakura!!!” panggil si laki-laki tak berdaya.
Seorang laki-laki yang mengenakan jubah misterius masuk ke dalam rumah di sebuah tempat padang pasir. Ia menaruh barang yang dibawanya dan mengambil foto berbingkai di meja.
“Aku pulang…Ayah…” ucap laki-laki itu membuka jubahnya. Masih menatap ke foto itu. Di foto itu terlihat gambar seorang pria dewasa menatap ke kamera dengan anak laki-laki tersenyum di sampingnya.
“Kelihatannya peninggalan sejarah negeri ini memang terkubur dalam sekali, seperti dugaan ayah.” Ucap laki-laki itu pada foto. “Penggalian situs di bagian barat, juga sudah maju.” Tok tok tok..! terdengar suara ketukan di pintu.
“Iya?” si laki-laki itu membukakan pintu untuk melihat siapa disana.
“Syaoran!! Waaa~~” seorang perempuan langsung memeluk laki-laki yang bernama Syaoran itu. BRUG!! Mereka berdua terjatuh. “Selamat datang… bagaimana penggalian situsnya? Kamu tidak luka, kan? Kamu tidak demam, kan? Makannya teratur, kan?” tanya perempuan itu antusias.
“I…iya… aku baik-baik saja…” ucap Syaoran.
“Aku sudah bilang, jangan pakai kata terlalu formal seperti itu!!” ucap perempuan itu.
“Ta..tapi…Tuan putri…”
“Kan sudah kubilang cukup memanggilku Sakura!!” ucap perempuan itu cemberut.
“Ya, baik. Uh, u…em…”
“Sakura!” perintah perempuan itu.
“Sa..Sa.. Sakura…” ucap Syaoran. Perempuan bernama Sakura itu tersenyum.
“Maaf, pasti susah, ya.” Ucap Sakura. “Selamat datang, Syaoran!”
“T..Ter…Terima kasih” ucap Syaoran. “Tapi kenapa.. kau bisa tahu dengan cepat kalau aku sudah pulang?” benar juga, dia kan baru saja pulang.
“Hari ini ada orang dari tim penggalian situs datang ke istana.” Jawab Sakura.
“Tapi kalau Sakura tidak ada di Istana apa itu tidak apa-apa?” tanya Syaoran.
“Mendengarkan laporan adalah tugas kakak, bukan aku.” Ucap Sakura. “Kalau orang dari tim penggalian datang ke istana, berarti Syaoran juga sudah pulang, kan…”
“Apa kau kesini sendirian?” tanya Syaoran.
“Ya!!” jawab Sakura bersemangat, sementara Syaoran tenggelam dalam kesuraman. “Seperti biasa pasti mood kakak jelek…kalau kakak tau aku ke tempat Syaoran. Padahal Syaoran adalah temanku yang sangat penting dan kita sudah berteman sejak sejak kecil… iya, kan…?”
Syaoran ‘terpana’ mendengar ucapan Sakura. Ketika Sakura masuk ke rumah Syaoran, Ia melihat foto berbingkai yang ada di meja. “Sudah tujuh tahun yang lalu, ya…” ucap Sakura. “Sejak Syaoran dan ayahmu datang ke negeri ini.”
“Ayah Syaoran yang ahli arkeologi dari negeri lain, berniat menggali situs di negeri Clow karena tertarik dengan peninggalan sejarahnya.” Sakura ingat ketika Ia pertama kali bertemu dengan Syaoran, saat itu mereka masih kecil.
“Katanya ada situs peninggalan sejarah yang terkubur di padang pasir negeri ini. Ayah Syaoran membujuk ayahku, untuk memulai menggali peninggalan situs, agar mengetahui sejarah negeri ini.” Sakura bercerita sambil mengingat-ingat. “Lalu mereka bersiap untuk memulai penggalian situs, di padang pasir yang berbahaya ini.”
“Dan penggalian situs pun dimulai.”
“Ayahku meninggal dunia disaat penggalian situs.” Ucap Syaoran. “Tapi sebelum wafat, ayah mengatakan jika hidupnya bahagia.”
Sakura berhenti menatap foto dan melihat ke arah Syaoran. “Padahal saat ayahmu meninggal aku selalu mengajakmu untuk tinggal di istana.”
“Tapi aneh jika aku tinggal di dalam istana”
“Tidak aneh, karena kau itu adalah temanku sejak kecil.” Protes Sakura.
“Rakyat biasa yang bukan keturunan raja tidak boleh tinggal di istana.” Ucap Syaoran. “Lagipula upahku dari hasil membantu proyek penggalian cukup kok untuk biaya hidupku…”
“Tapi…” ucap Sakura. “Akhir-akhir ini aku jadi jarang ketemu dengan Syaoran. Aku kesepian…bagaimana denganmu…?”
“Iya, aku juga…” ucap Syaoran menyetujui. “Tapi bagiku dan ayah… peninggalan situs itu…”
“Iya, aku mengerti. Itu adalah impian yang sangat dipentingkan.” Potong Sakura. “Aku mengerti, tapi… aku tetap ingin selalu ketemu…” Sakura menundukkan kepalanya. “Setiap malam di kamarku di istana sebelum aku tidur aku selalu berpikir…’apa yang sedang Syaoran lakukan?’ ‘Apa Syaoran disana juga memikirkanku, tidak, ya?’ ”
Syaoran memegang kedua lengan Sakura, “Ya.. aku juga… selalu memikirkan dirimu, Sakura…”
“Oh, Syaoran…” Sakura kembali menunduk. Ekspresinya sedih. Atau malu. “Aku… ada sesuatu… yang ingin… aku katakan… padamu….”
“Eh? Apa itu?”
“Aku… rasa… aku…. Mencin…” TEEEENNGGG!!! TOOONNGGG!!! Bunyi keras lonceng memutus ucapan Sakura.
“Itu lonceng istana… ini waktunya makan malam.” Syaoran mengingatkan. Sementara Sakura sudah terkulai lemas. “Apa kau baik-baik saja?”
“Hmm, iya, aku baik-baik saja.” Sakura tersenyum namun berkeringat dingin. Wajahnya merah merona. ‘Kenapa aku merasa kakak sengaja mengganggu dengan membunyikan lonceng itu?’ bisiknya pada diri sendiri. Sayangnya Syaoran mendengarnya.
“Apa maksudmu?” tanya Syaoran. Sakura jadi salah tingkah.
“Loncengnya sudah berbunyi, aku harus cepat pulang…” alasan Sakura.
“Aku antar kamu pulang, ya?”
“Tidak usah… Syaoran kan masih capek baru pulang, aku bisa sendiri kok.” Ucap Sakura. “Lagipula semua penduduk disini baik semua, kok…”
“Iya benar….” Syaoran mengiyakan. “Aku sudah berkeliling negeri bersama ayah, tapi disini aku merasa paling tenang dan damai.”
“Terima kasih.” Ucap Sakura. Sekarang Ia sudah ada di ambang pintu. “Eh, soal yang tadi… yang ingin aku katakan padamu… lain kali saja, ya…”
“Huh!? Oh, oke…”
“Pasti akan aku katakan…” ucap Sakura. Wajahnya memerah lagi. “Tunggulah… pasti kukatakan…” kemudian putri Sakura berlari keluar.
“Apa kabar tuan putri?” “itu tuan putri!” sapa warga negeri itu.
“Haloo semuanya~”
“Wajah tuan putri memerah!!”
“aku tidak apa-apa, kok”
“Tuan putri, apa kau mau buah apel?”
“Terima kasih, kelihatannya enak.”
Syaoran hanya terdiam melihat Sakura yang tersenyum dan nampak bahagia di dekat warga desa. Ia melihatnya dari jendela. “Hm… aku merasa sampai seperti ini… benar katamu, ayah..” ucap Syaoran pada dirinya sendiri. “Walaupun dia adalah temanku sejak kecil,…tapi dia tetap tuan putri.”
Sakura mengendap-endap masuk ke dalam istana.
“Aku melihatmu, SA-KU-RA!!” Teriak seseorang dari belakang.
Ternyata orang itu adalah seorang laki-laki yang duduk di atas sofa. Laki-laki mengenakan pakaian agung berwarna hitam *tintanya xD.
“A…aku pulang, Kakak Toya~” ucap Sakura.
“Kamu dari rumah bocah penggali itu lagi, kan?”
“Dia bukan bocah, tapi namanya Syaoran!” protes Sakura.
“Mau bocah atau apa, kek, tapi bagiku dia tetap bocah.”
Akhirnya mereka bertengkar.
“Dia bukan bocah!! Dia itu hebat!! Sudah tinggal sendiri dia juga bekerja untuk biaya hidupnya sendiri!!”
“Biar bagaimanapun bagiku dia tetap bocah!!”
“Itu tidak benar, dasar kakak bodoh!!”
“Bagaimana kalau kalian hentikan sekarang?” ucap seseorang.
“Yukito-san!!” Sakura memperkenalkan orang itu pada kita. “Apakah pekerjaanmu sudah selesai?”
“Iya, karena tadi sudah ada orang dari proyek pembangunan yang datang melapor.” Ucap orang bernama Yukito itu. Ia membawa sesuatu yang nampaknya peta. “Aku akan menunggu disini bersama raja.”
“Waah~ kakak hebat, ya… pekerjaannya sudah selesai.” Sakura memuji Yukito. Ia langsung melirik kakaknya. “Ahahaha, dia memang hebat… Tidak seperti kau”
“APA!!!?”
“Dia mendengarkan laporan dari tim penggali sampai selesai, lho~” Yukito mencoba mengungapkan ‘hal yang baik’ dari Toya.
“Oh.” Sakura tidak terlalu terkesan.
“Sudah sejauh mana tahap penggalian?” tanya Sakura.
“Sudah hampir dalam tahap akhir, kok.” Jawab Yukito.
“Hm, berarti tidak lama lagi akan selesai, ya?”
“Hm, sepertinya belum.” Potong Toya. “Soalnya situs peninggalan sejarah itu bukan hanya yang ada di atas tanah.”
“APA??” Sakura tersentak.
“Mereka menemukan terowongan di bawah tanah.” Ucap Yukito.
“Belum diketahui seberapa luasnya, tapi aku sudah memberikan ijin untuk meneruskan proyeknya.” Ucap Toya. “Dan nantinya…” Toya melirik Sakura dengan senyum licik. “Bocah itu akan… tetap, selalu, dan akan, pasti, sangat, selalu sibuk.”
“Aku tahu kok Syaoran itu seperti ayahnya yang sangat mencintai hal yang berbau sejarah,” ucap Sakura. “Kalau dia mengetahui jika ada penemuan yang baru… pasti dia akan senang.” Lalu Sakura berlari pergi dengan satu tangan menutupi wajahnya.
“Lagi-lagi anda membuat tuan putri sedih.” Ucap Yukito. “Itu tidak baik, raja.”
“Jika kita hanya berdua jangan terlalu formal begitu, Yukito.” Ucap Toya.
“Ok.”
“Kita ini adalah teman walaupun kedudukan kita raja dan petinggi kuil.” Ucap Toya.
“Iya, Yang Mulia…eh, … iya…” Yukito tersenyum.
“Aku tetap tidak suka bocah gila itu…!!” ucap Toya dan menengadah ke langit.
“Ternyata kau sangat menyayangi adikmu.” Ucap Yukito.
“Sebab dia satu-satunya keluargaku yang tersisa di negeri ini.” Ucap Toya. “Biasanya juga memang seorang putri tidak terlalu dekat dengan orang biasa seperti itu…tapi… apa benar jika…dia adalah orang… yang ditakdirkan itu….?”
“Iya benar.” Ucap Yukito. “Syaoran ditakdirkan… akan bersama sang putri.”
“Tapi jika ramalanmu… itu benar…” ucap Toya. “Aku sangat muak…”
“Dan…” ucap Yukito lagi. “Bahaya besar sedang menanti mereka berdua…masalah yang sangat besar.”
Toya terdiam. “Tuan putri memiliki kekuatan yang ajaib. Aku sendiri tidak bisa memastikan kekuatan apa itu…tapi satu hal yang pasti…” ucap Yukito. “Kekuatan yang dimiliki tuan putri mampu… merubah dunia.”
“Tapi kekuatan itu juga mampu membawa masalah besar.”
Bersambung ke Tsubasa Reservoir Chronicle Chapter 2
Thanks : Beelzeta
4 Responses to "Tsubasa Reservoir Chronicle Chapter 1 - The Beginning of the World"
Kok cerita lanjutannya gak bs ke buka ya?
Tlong dong di post mpe tamat..
Aku senang bgt bs dpt blognya kamu :)
Soalnya nntn di youtube gak ngerti maklum aja gak pasif english..
Sukses selalu ^^
Ok mba
Maap mba , bru aktif posting lgi inii
Nice post
[τ̲̅н̲̅a̲̅πκ̲̅ ч̲̅o̲̅u̲̅] gan
Post a Comment